Kamis, 02 Juli 2009

Post Power Syndrome


Malam minggu yang begitu tenang disekitar rumahku dan suasana hening membuat mataku untuk segera terpenjam karena lelahnya hari yang telah dilalui :s :s :s :s Waktu yang sudah menunjukkan jam 10 malam, ini adalah waktu yang biasanya untuk tidur.

Dengan letihnya badan berusaha menenangkan jiwa dengan nikmatnya tempat tidur yang empuk. Hampir juga terlelap mata, lalu ada suara gaduh terdengar dari rumah belakang saya :# :# :#… dari suara itu sangat keras terdengar dan saya perhatikan sumber suara itu dari tetangga saya yang biasa saya panggil om R berteriak-teriak dan anak-anak perempuannnya bergitu histeris…….. :@ :@ :@


Beberapa menit kemudian saya lihat dari jendela terlihat anak-anak perempuan om R membawa ibunya untuk diminta perlindungan dengan saudara yang juga tetangganya persis didepan rumah saya:t :t

Karena sudah malam pihak keluarga ku diam saja karena tidak mau mengganggu rumah tangga orang. Dari peristiwa nyata tersebut lalu saya berusaha menguraikan kasus tersebut dari sudut pandang psikologi……….Saya perhatikan om R saat ini mengalami kejenuhan akibat tidak adanya rutinitas keseharian akibat pension dini... Yah biasa dikatakan terkena PPS. Apa itu PPS………..????:x :d :x :d

PPS biasa disebut Post Power Syndrome merupakan sekumpulan gejala yang muncul ketika seseorang tidak lagi memduduki suatu posisi sosial yang biasanya satu jabatan dalam institusi tertentu.
Kondisi Post syndrome terjadi bila seseorang mengalami pemutusan hubungan kerja, sesudah masa jabatan berakhir, mengalami pensiun dini oleh berbagai sebab atau usia kalendernya telah mencapai usia dimana orang bersangkutan harus pensiun.
Jadi kekosongan tugas oleh berbagai sebablah yang membuat orang terkena PPS.

Memang tidak setiap orang yang kehilangan jabatan akan menderita PPS, karena karakter kepribadian orang tersebut juga menentukan apakah ia akan mengalami PPS kelak bila dihadapkan pada masa pensiun wajar atau pensiun dini oleh berbagai sebab, serta kehilangan jabatan tertentu oleh mutasi/restrukturisasi institusi.

Terdapat kisaran tipe kepribadian yang rentan terhadap PPS yaitu :

1. seseorang yang pada dasarnya memiliki kepribadian yang ditandai kekurang tangguhan mental sehingga jabatan tanpa disadarinya menjadi pegangan, penunjang ketidaktangguhan fungsi kepribadian secara menyeluruh.

2. Seseorang yang pada dasarnya sangat terpaku pada orientasi kerja dan menganggap pekerjaan sebagai satu-satunya kegiatan yang dinikmati dan seolah menjadi “istri pertama”nya. Orang seperti ini akan sangat mengabaikan pemanfaatan masa cuti dengan cara kerja, kerja dan kerja terus.

Jadi PPS tidak melulu merupakan kondisi yang disebabkan oleh faktor eksternal seperti restrukturisasi institusi atau tibanya masa pensiun, namun faktor internal seperti tipe pribadi ikut menjadi salah satu kontribusi penting dalam PPS tersebut.

Penyebab internal PPS

Turner & Helms (1983) menyatakan bahwa terdapat beberapa penyebab faktor internal bagi pekembangannya PPS pada diri seseorang yang kehilangan jabatan yaitu :

1. kehilangan harga diri karena dengan hilangnya jabatan seseorang merasa kehilangan perasaan memiliki dan yang dimiliki, artinya dengan jabatan seseorang akan merasa menjadi bagian penting dari institusi, sehingga juga merasa dimiliki oleh institusi. Dengan jabatan pula seseorang merasa lebih yakindiri karena diakui kemampuannya.

2. kehilangan latar belakang kelompok eksklusif misalnya kelompok manager, kelompok kepala seksi, dan lain-lain.

3. kehilangan perasaan berarti dalam satu kelompok tertentu. Jabatan memberikan perasaan berarti yang menunjang peningkatan kepercayaan diri seseorang.
4. kehilangan orientasi kerja.

5. kehilangan sebahagian sumber penghasilan yang terkait dengan jabatan yang dipegang.

Penyebab internal tersebut tentu saja akan mengakibatkan berkembangnya reaksi frustasi yang akan mengakibatkan mengembangkan sekumpulan gejala psikososial yang antara lain ditandai oleh sensitif secara emosional seperti cepat marah, cepat tersinggung, uring-uringan tanpa sebab jelas, gelisah, dan diliputi kecemasan berlanjut.

Dia juga mendadak menjadi agresif dengan peningkatan intensitas aktifitas yang tidak terkendali demi tercapainya pengakuan akan ekstitensi diri dari lingkungan dimana orang tersebut berada.

Kondisi psikis yang sedemikian tegangnya akan berpenagruh terhadap ketegangan serta gangguan fungsi syaraf otonom yang berpengaruh pada gangguan fisiologis berupa ganggguan metabolisme tubuh, sehingga penyertaan reaksi somatisasi berupa aneka keluhan fisik pun tidak terhindarkan.

Biasanya iklim relasi dalam keluarga pun menjadi terganggu karena kecenderungan orang PPS menjadikan istri dan anak-anak sebagai ajang pelampiasan kekuatan kekuasaan terdahulu terhadap anak buah saat memangku jabatan. Orang ini akan menjadi otoriter, dominan dan sulit diajak kompromi dalam relasi dengan anggota keluarga, sehingga sering meluncur bentakan, makian, serta kemarahan tanpa terkendai ditujukan kepada anggota keluarga.

Kiat Praktis

Setiap orang dapat menghidar dan mencegah berkembangnya PPS asalkan ada upaya khusus.
Upaya internal. Sejak menerima jabatan tetap menjaga jarak emosional yang wajar antara diri dan jabatan tersebut, aertinya memang karir setinggi mungkin tetap harus kita jangkau dan menjadi cita-cita demi kepuasan batin, namun bila karir telah dicapai melalaui kesempatan menduduki jabatan tertinggi, tempatkanlah jabatan tersebut dalam posisi wajar.

Menjadi pekerja keras adalah tuntutan kerja utama, namun jangan menempatkan kerja formal sebagai satu-satunya dunia yang menjadi fokus utama.
Tanamkanlah dalam diri bahwa jabatan hanya bersifat sementara. Memang dalam pelaksanaan jabatan dipelukan sikapserius dan sungguh-sungguh, namun tetap berlaku. Tidak ada jabatan yang dapat diemban seumur hidup. Akan tiba saatnya beristirahat dna menikmati masa istirahat tersebut dengan cara yang sehat baik mental maupun fisik.

0 komentar:

Posting Komentar

Template by - Abdul Munir - 2008
http://4.bp.blogspot.com/_sYx8LhsF1y0/SAtWYPbyHNI/AAAAAAAAANY/6ygY1rcSgYc/s1600-h/Tilmiz6.png